Jumat, 22 Oktober 2010

Gelontor


Angka kematian ibu dan bayi di negara ini masih tinggi.
Pada tahun 2009 diperkirakan 430 bayi mati tiap harinya. 
Nyatanya, negara ini masih menjadi juara Asia dalam bidang bayi mati.

Untung saja, Gelontor tidak termasuk dari 430 bayi kurang beruntung hari itu.
Hari itu, bulan anu, di tanggal 1 atau 3 dan di tahun berapa kalau tidak salah.
Tidak ada yang ingat tanggal lahir Gelontor, lantaran hilang akte kelahirannya akibat banjir.
Di keluarga Gelontor juga belum pernah ada tradisi merayakan ulang tahun.
"Lha, buat makan aja susah kok mau ngerayain ulang tahun," kata ibunya waktu ditanya.

 Tidak ada yang aneh dengan kelahiran Gelontor. Lahir dengan 2 tangan, 2 kaki, dan 20 jari sehingga memenuhi syarat disebut sehat.
Dokter dengan gagah ngomong ke orang tuanya "Selamat Bu, anaknya sehat."

Baru ketahuan setelah beberapa tahun Gelontor ternyata kurang sehat.
Kemampuan penciumannya di bawah rata-rata.
Ketahuannya juga, karena rasa penasaran si ibu setelah tanpa sengaja buang angin dengan tingkat aroma berlebihan di depan Gelontor.

4 tahun setelah Gelontor lahir, lahir juga adiknya yang perempuan.
2 tahun kemudian lahir lagi yang laki-laki.
Setelah beberapa tahun menganggur, si ibu melahirkan lagi anak yang ke-4, dilanjutkan yang ke-5, ke-6, dan akhirnya ditutup dengan yang ke-7, dan ke-8.
Berturut-turut yang lahir itu perempuan, laki-laki, perempuan, laki-laki, dan yang terakhir perempuan.

Keluarganya Gelontor memang keluarga besar, tapi selain itu tidak ada kelebihan yang lainnya.
Bapaknya laki-laki, ibunya perempuan, kakek nenek di kota lain, dan punya paman yang adik ibunya.

Di hari itu juga, waktu Gelontor lahir, kakek, nenek, bapak, ibu, dan pamannya ada di ruangan yang sama.


Di waktu itu, waktu Gelontor lahir di negara yang angka kematian bayinya tertinggi di Asia