Selasa, 17 Desember 2013

Tentang Adam dan Tentang Hawa

Awalnya adalah makhluk,
Tercipta setelah dunia, unggul dari semua.
Berbekal nafas, roh Maha Daya.
Beroleh hati serta nurani, semua yang ada ia namai,
berpasangan hidup berjalan, terjaga aman di dalam taman

Awalnya adalah makhluk,
sederhana saja, tak kurang apa.
Lalu mulailah bertanya-tanya, menebak-nebak, membuat makna.
Maka tertelanlah sang buah akal,
bersambut-sambutan jawab dan sangkal,
mencari-cari benar dan salah.

Dari sana pun muncullah sadar,
tak lagi sederhana apa yang wajar.
Karena yang didapat tak lagi sebatas butuh,
melebihi yang lain ternyata tak sesulit itu.
Mencari mereka kesana kemari,
jadilah akal lawan nurani.

----------

Pernah engkau lihat burung paksakan diri,
mencari makan tak henti-henti,
Tak pernah cukup tumpuk menumpuk?

Bukankah cuma kita yang tak pernah puas?
Terus menggali, bahkan menggilas.
Begitu serakah pada rezeki, padahal berlebih makanan gizi,
Setelah kenyang sulit berdiri, masih tak henti minta diberi.


Pernah engkau lihat rusa terburu-buru,
mengejar janji mengejar waktu,
tak peduli lagi pada sekitar?

Bukankah cuma kita yang tak pernah tumbuh?
Penuh ketakutan akan sang waktu,
tak pernah rela, ukur mengukur,
jadwal dan janji menjadi candu.


Pernah engkau lihat lembu bertengkar,
hanya karena merasa benar,
karena beradu cara mengunyah,
padahal sama rumput makannya?

Bukankah cuma kita yang terus bertempur?
Merasa pintar merasa benar,
mencari cara jadi terunggul,
sampaikan lupa hal yang mendasar.

----------

Awalnya adalah makhluk,
terusir lepas dari asalnya.
Beroleh akal untuk memimpin, malah terkutuk jadi yang lain.
Mencari makna kenapa berpikir,
mencari jalan kemana akhir.
Akal - nurani bertempur getir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar